HARIANINVESTOR.COM – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 terkendali.
Posisi ULN Indonesia pada Februari 2024 tercatat sebesar 407,3 miliar dolar AS, atau tumbuh 1,4 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2 persen (yoy).
Peningkatan tersebut terutama bersumber dari sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Perkembangan posisi ULN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap beberapa mata uang global, termasuk Rupiah.
Hal tersebut disampaikan Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono, Jumat (19/4/2024).
Erwin menambahkan, ULN pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur, efisien, dan akuntabel.
Posisi ULN pemerintah pada Februari 2024 tercatat sebesar 194,8 miliar dolar AS, atau tumbuh 1,3 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan 0,1 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Baca Juga:
Volatilitas Saham CMPP Dipastikan Bukan Karena Fakta Material Tersembunyi
Pasar Modal Indonesia Tetap Prospektif, IPO PMUI Jadi Indikator Utama
IEU-CEPA Tuntas, RI Raup Peluang Pasar Ekspor Uni Eropa yang Luas
Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek pemerintah.
“Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN dan dalam rangka melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi.”
“Pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas,” ujar Erwin.
ULN pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja.
Baca Juga:
Kasus Korupsi EDC BRI Guncang Reputasi Allo Bank di Bursa
IPO PMUI Gagal Penuhi Target, BEI Pastikan Proses Listing Sesuai Aturan
Ekspansi Infrastruktur Digital Didorong Kredit Rp400 Miliar TOWR dari ICBC
Antara lain pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (21,1 persen dari total ULN pemerintah).
Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,1 persen); Jasa Pendidikan (16,9 persen)
Konstruksi (13,7 persen); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,7 persen).
Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen dari total ULN pemerintah.
ULN swasta melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN swasta pada Februari 2024 tercatat stabil pada kisaran 197,4 miliar dolar AS.
Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,3 persen (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 2,3 persen (yoy).
Baca Juga:
Implikasi Jaminan MEDC pada Kredit BNI untuk Anak Perusahaan
Sektor Energi dan Keuangan Jadi Tumpuan di Tengah Tekanan Pasar
Indonesia Gabung BRICS: Peluang Baru di Tengah Krisis Multilateralisme
Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations), masing-masing sebesar 1,3 persen (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi
Pengadaan Listrik, gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,3 persen dari total ULN swasta.
ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3 persen terhadap total ULN swasta.
Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 29,5 persen, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 86,9 persen dari total ULN.
“Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi.”
“Dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.”
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.”
“Dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkas Erwin.***