HARIANINVESTOR.COM – Perusahaan asuransi wajib mengikuti Program Penjaminan Polis (PPP) Asuransi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Apabila tidak masuk dalam Program Penjaminan Polis (PPP), perusahaan asuransi diperkirakan akan kesulitan dalam keberlangsungan operasionalnya.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan hal tersebut di Jakarta, Jumat (21/6/2024)
Purbaya menyampaikan hal itu dalam webinar ‘Roadmap Industri Asuransi Jiwa dan Umum menuju Pelaksanaan Penjaminan Polis Asuransi LPS.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Instansi yang Dinilai Kemenkeu Berprestasi di Bidang Pengelolaan Barang Milik Negara
“Jadi ini, PPP ini program yang baik,” kata Purbaya.
“Tapi kalau saya melihatnya, kalau ada perusahaan asuransi yang tidak bisa masuk program PPP nanti, maka perusahaan asuransi tersebut akan susah hidup (beroperasi).”
Purbaya memastikan Program Penjaminan Polis (PPP) Asuransi berlaku efektif mulai Januari 2028.
Oleh karena itu, menurutnya masih ada waktu bagi masing-masing perusahaan asuransi untuk memperbaiki tingkat kesehatan manajemennya.
Baca Juga:
Melalui Pendampingan BRI, Sosok Ini Berhasil Memberdayakan Komunitas Perempuan di Lamongan Jatim
Kisah Prabowo Subianto Ditertawakan dan Diejek Saat Ingin Pemerintahan Bersih dan Korupsi Hilang
Hal ini dikarenakan tata kelola perusahaan yang diharuskan memenuhi standar tertentu menjadi salah satu persyaratan dalam mengikuti PPP nanti.
Standar tersebut akan ditetapkan melalui koordinasi antara LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Jadi ada waktu sekarang sampai dengan 2028 untuk mempersiapkan betul perusahaan-perusahaan asuransi yang dikendalikan oleh masing-masing manajemen asuransi.”
“Jadi waktunya cukup diberikan untuk menyesuaikan diri. Ini waktu yang baik untuk memperbaiki manajemen asuransi,” ujarnya.
Bagaimanapun, ia mengakui bahwa program penjaminan polis bukanlah tugas yang ringan.
Mengingat industri asuransi memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri perbankan.
“Jadi sebetulnya ini program yang tidak ringan dan amat berat, karena industri asuransi tidak serapih industri perbankan,” jelas Purbaya.
Dalam menghadapi tantangan ini, LPS dan OJK akan terus berkoordinasi guna memastikan program penjaminan polis dapat berjalan dengan efektif.
Dan mampu memberikan perlindungan yang maksimal bagi para pemegang polis.
Purbaya berharap dengan adanya waktu yang cukup hingga tahun 2028, seluruh perusahaan asuransi dapat mempersiapkan diri dengan baik dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Sehingga mereka bisa ikut serta dalam PPP yang dapat memberikan stabilitas dan kepercayaan yang lebih besar dalam industri asuransi Indonesia.***
INFOFINANSIAL.COM– Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyampaikan beberapa masukan dari para pelaku industri asuransi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Terkait program penjaminan polis yang dimandatkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk dana wajib minimum.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menyampaikan hal itu di Jakarta, Jumat (21/6/2024)
Budi juga mengatakan bahwa para pelaku industri asuransi juga berharap perubahan dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mengenai dana wajib minimum tidak diberlakukan lagi karena sudah digantikan dengan program penjaminan tersebut.
“Selain itu, mewakili semua perusahaan asuransi, khususnya asuransi jiwa.”
“Kalau boleh iuran yang nantinya akan dibayarkan perusahaan asuransi jiwa kepada LPS itu juga diperhitungkan dari iuran yang sudah dibayarkan kepada OJK,” ujarnya.
“Kami berharap bahwa yang nantinya menjadi bagian dari penjaminan polis ini adalah unsur proteksi, Itu yang wajib, bukan unsur investasi maupun unsur tabungan.”
“Sampai seberapa jauh? Yang kami setidak-tidaknya sampai batasan nilai retensi sendiri tiap perusahaan,” ucap Budi Tampubolon
Ia mengatakan bahwa perlu ada pembatasan manfaat yang dijaminkan hanya sampai dengan nilai retensi sendiri atau own retention (OR) masing-masing perusahaan asuransi.
Menurutnya, nilai OR tersebut berbeda antarperusahaan, dengan rata-rata berada di rentang Rp500 juta hingga Rp2 miliar, karena bergantung kepada kapasitas dari tiap-tiap perusahaan.
Mempertimbangkan hal tersebut, Budi mengatakan bahwa pihaknya juga menyarankan besaran iuran program penjaminan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan tingkat kesehatan dan kehati-hatian perusahaan.
Ia menuturkan bahwa agar program tersebut dapat berjalan tepat waktu dan berkelanjutan, maka
Sebaiknya dimulai terlebih dahulu di perusahaan yang memiliki kondisi keuangan maupun manajemen yang sehat dengan tingkat Risk Based Capital (RBC) teraudit sebesar 180 persen.
Hal tersebut untuk memberikan waktu bagi perusahaan yang tingkat kesehatannya masih di bawah dari persyaratan.
Agar dapat berbenah sehingga menyusul masuk dalam program penjaminan polis tersebut.***
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Mediaemiten.com dan Harianinvestor.com
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Hallosurabaya.com dan Nusraraya.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media ini atau serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)
WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Pastikan download aplikasi portal berita Hallo.id di Playstore (android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik.