HARIANINVESTOR.COM – Sejak memanasnya konflik antara Israel dengan Palestina pada akhir tahun 2023 kemarin membuat masyarakat dunia melakukan aksi boikot terhadap beberapa produk yang mendukung Israel.
Di Indonesia juga melakukan aksi boikot, dimana masyarakat Indonesia banyak yang menentang aksi Israel terhadap warga Palestina.
Hal ini membuat produk yang dianggap mendukung Israel mengalami penurunan penjualan karena aksi boikot tersebut.
Salah satu produk yang terkena boikot adalah KFC (Kentucky Fried Chicken) yang dimiliki oleh PT Fastfood Indonesia Tbk (FAST).
Baca Juga:
Kisah Prabowo Subianto Ditertawakan dan Diejek Saat Ingin Pemerintahan Bersih dan Korupsi Hilang
Diberdayakan BRI, Figur Inspiratif Lokal Gerakkan UMKM di Desa Bululor, Jambon, Ponorogo
Terlihat pada kuartal pertama tahun 2024 ini penjualannya turun cukup banyak, dan kerugiannya bertambah besar.
Pada annual report tahun 2023 kemarin, manajemen menyampaikan bahwa aktivitas operasional perusahaan memperoleh tantangan dari isu boikot brand asal Amerika Serikat akibat dari konflik di Palestina, yang mulai terjadi pada kuartal terakhir 2023.
Aksi boikot yang cukup masif di masyarakat ini memberikan dampak terhadap penjualan produk perusahaan.
Harga saham FAST sendiri sepanjang tahun 2024 ini sudah turun 22,2% yang saat ini ditutup pada level Rp 575/lembar saham.
Baca Juga:
Berhasil Turunkan Harga Tiket Pesawat, Presiden Prabowo Subianto: Untuk Bantu Masyarakat Kita
Pada artikel kali ini kami akan membahas mengenai kinerja terbaru dari PT Fastfood Indonesia Tbk (FAST).
Profil Perusahaan
Perusahaan adalah pemegang hak waralaba tunggal merek KFC di Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) didirikan oleh Keluarga Gelael pada tahun 1978.
Kemudian pada tahun 1979, perusahaan memperoleh akuisisi waralaba dengan membuka gerai pertama bulan Oktober di Jalan Melawai, Jakarta.
Pembukaan gerai pertama tersebut berjalan dengan baik, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan gerai lainnya seperti di Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Manado.
Grup Salim pada tahun 1990 bergabung menjadi sebagai salah satu pemegang saham utama yang mendorong ekspansi bisnis perusahaan.
Kemudian pada tanggal 11 Mei 1993 FAST mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.
Per akhir tahun 2023, FAST mengoperasikan 762 gerai, dengan paling banyaknya berada di pulau Jawa sebesar 459 gerai atau 60,2% dari keseluruhan.
Jumlah gerai berdasarkan brand FAST atau KFC Indonesia total gerainya mencapai 754 dan Taco Bell ada 8 gerai.
Pemegang saham terbesar FAST adalah PT Gelael Pratama dari Gelael Group yang memiliki persentase kepemilikan saham FAST sebesar 39,84%.
Kemudian PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) sebagai bagian dari grup salim yang memiliki 35,84% saham FAST.
Lalu BBH Luxembourg S/A Fidelity FD Sicav, FD FDS PAC FD memiliki kepemilikan sebesar 7,89%, sedangkan masyarakat sebesar 16,35%.
Neraca Keuangan
Perusahaan memiliki aset yang mencatatkan kenaikan sebesar 1% menjadi Rp 3,96 triliun dari sebelumnya Rp 3,91 triliun.
FAST memiliki kas sebesar Rp 209,8 miliar, dan memiliki hutang buruk jangka pendek sebesar Rp 600 miliar, jadi masih cukup berisiko untuk pembayarannya,
Jika kita lihat dari sisi arus kas operasinya saat ini sebesar Rp 68,5 miliar, dan mempunyai piutang lain-lain totalnya sekitar Rp 287,3 miliar.
Namun perlu kita ingat bahwa piutang ini belum tentu bisa tertagih semuanya, jadi untuk hutang buruk jangka pendek masih cukup berisiko. Dan total hutang buruknya sebesar Rp 949,7 miliar.
Dengan ekuitas sebesar Rp 535,3 miliar, maka DER perusahaan berada di level 177,4%. Dimana ini berisiko, jadi dari sisi neracanya menunjukkan kondisi yang kurang bagus atau cukup berisiko.
Laporan Laba Rugi Q1 2024
Masuk pada laporan laba rugi, pada kuartal pertama tahun 2024 pendapatan perusahaan tercatat mengalami penurunan 17% menjadi Rp 1,17 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp 1,42 triliun.
Kemudian karena beban pokok penjualan yang hanya turun tipis membuat laba bruto perusahaan turun 26% menjadi Rp 664,1 miliar.
Dan untuk bottom line, karena pendapatan yang turun cukup banyak namun beban perusahaan yang masih tinggi membuat perusahan mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 196,2 miliar dari sebelumnya rugi Rp 22 miliar saja, atau naik 789% kerugian tersebut.
Pendapatan perusahaan tersebut berasal dari penjualan makanan dan minuman sebesar Rp 1,1 triliun yang turun 17%, kemudian ada komisi atas penjualan konsinyasi yang juga turun 15%, dan ada jasa layanan antar yang turun 12%.
Kontribusi terbesar tetap berasal dari penjualan makanan dan minuman.
Kinerja Historis dan Valuasi Harga Saham
Secara jangka panjang, pendapatan perusahaan tahun 2020 jatuh karena pandemi, dan setelah itu berangsur-angsur naik, dengan adanya boikot tersebut membuat kinerja FAST tahun 2024 ini berpotensi turun cukup besar.
Dan untuk bottom line memang sangat terdampak dengan adanya pandemi, sampai saat ini bahkan masih mencatatkan kerugian, dan potensi kerugian bersihnya sangat besar tahun 2024 ini jika perusahaan tidak melakukan strategi untuk memperbaiki kinerjanya.
Saat ini harga saham FAST yang berada di level Rp 575/lembar saham menunjukkan valuasi PBV sebesar 4,28x dan PER sebesar -2,92x.***
Artikel di atas merupakan kolaborasi antara portal berita ekonomi & bisnis Harianinvestor.com dengan The Investor, channel edukasi yang bergerak di bidang investasi saham sejak tahun 2018 dan berfokus pada Value Investing.
Sempatkan juga untuk membaca berbagai berita dan informasi lainnya di media online Infoesdm.com dan Mediaemiten.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media online ini, atau pun serentak di puluhan media ekonomi & bisnis lainnya, dapat menghubungi Rilisbisnis.com.
WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai perkembangan dunia politik, hukum, dan nasional melalui Hello.id