Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
JAKARTA – Kasus sidang perkara Tom Lembong masuk tahap mendengarkan para saksi.
Yang mengejutkan, saksi-saksi yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Kejagung) ternyata “membenarkan” kebijakan Tom Lembong.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini dapat dilihat dari jawaban para saksi, bahwa pada dasarnya tidak ada penyimpangan kebijakan persetujuan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong.
Kebijakan impor gula tersebut dilakukan secara terbuka, transparan, disebarluaskan kepada publik (media massa), dan ditembuskan kepada instansi terkait.
Antara lain Menteri Koordinator Perekonomian, termasuk Kapolri, KSAD, dan juga Presiden.
Berdasarkan fakta ini, dugaan Tom Lembong dikriminalisasi semakin menguat. Tom Lembong tidak bersalah tetapi dicari-cari kesalahannya.
Baca Juga:
Volatilitas Saham CMPP Dipastikan Bukan Karena Fakta Material Tersembunyi
Pasar Modal Indonesia Tetap Prospektif, IPO PMUI Jadi Indikator Utama
IEU-CEPA Tuntas, RI Raup Peluang Pasar Ekspor Uni Eropa yang Luas
Masalahnya, selama satu dekade terakhir ini, hukum di Indonesia sudah dirusak. Indonesia kini mengalami krisis penegakan hukum yang berkeadilan.
Hukum saat ini tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Hukum digunakan sebagai alat politik, sebagai alat kriminalisasi lawan politik.
Banyak pihak yang diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca Juga:
Kasus Korupsi EDC BRI Guncang Reputasi Allo Bank di Bursa
IPO PMUI Gagal Penuhi Target, BEI Pastikan Proses Listing Sesuai Aturan
Ekspansi Infrastruktur Digital Didorong Kredit Rp400 Miliar TOWR dari ICBC
Termasuk korupsi, tetap aman-aman saja, tidak tersentuh hukum, karena dekat dengan kekuasaan.
Sebaliknya, ada pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari-cari kesalahannya, “dikriminalisasi”, agar bisa ditangkap dan dipenjara.
Salah satunya adalah kasus Tom Lembong yang diduga kuat penuh intrik politik, bukan murni penegakan hukum.
Karena sejak awal kasus Tom Lembong sangat janggal, sangat dipaksakan.
Meskipun begitu banyak bukti kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian persetujuan impor gula.
Tetapi tidak berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat keadilan, bisa mendapat putusan bebas dari persidangan ini.
Baca Juga:
Implikasi Jaminan MEDC pada Kredit BNI untuk Anak Perusahaan
Sektor Energi dan Keuangan Jadi Tumpuan di Tengah Tekanan Pasar
Indonesia Gabung BRICS: Peluang Baru di Tengah Krisis Multilateralisme
Bahkan para saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut, nampaknya menguatkan pendapat bahwa tidak ada penyimpangan atas kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong.
Tetapi kasus Tom Lembong bukan murni kasus hukum, tetapi lebih kental untuk kepentingan politik tertentu.
Buktinya, meskipun beberapa menteri melakukan kebijakan impor gula yang sama, tetapi hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka.
Yang lebih menyolok lagi, penyidikan dugaan penyimpangan kebijakan impor gula yang seharusnya dilakukan untuk periode 2015-2023.
Tetapi direduksi dan dibatasi hanya pada periode jabatan Tom Lembong saja, 2015-2016.
Semua itu membuktikan, Tom Lembong sedang dibidik, sedang dikriminalisasi.
Oleh karena itu, ditengah krisis hukum, peran masyarakat, khususnya media, menjadi sangat penting untuk mengawal proses persidangan.
Agar Majelis Hakim dapat dan berani mengambil keputusan hasil sidang sesuai dengan hukum yang berlaku, seadil-adilnya.***