Oleh: Surya Rianto, Pengamat pasar modal dan owner Mikirduit.com
HARIANINVESTOR.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun sekitar 4,82% sepanjang 2024.
Mayoritas sektor saham mencatatkan penurunan, kecuali 4 sektor saham yang didorong pergerakan harga saham yang anomali. Dengan kondisi begini, apa strategi investasi saham yang menarik?
Pasar saham memang terlihat kurang bergairah sepanjang 024. Seluruh sektor mencatatkan penurunan selama lima bulan pertama tahun ini.
Tercatat, hanya ada 4 sektor saham yang masih mampu menguat, yakni barang baku, energi, kesehatan, dan infrastruktur.
Kenaikan empat sektor saham itu bisa dibilang juga didorong faktor anomali. Seperti, sektor barang baku didorong kenaikan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) yang sudah naik 82 persen sepanjang 2024.
Lalu, sektor energi didorong PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) yang sudah mencatatkan kenaikan sebesar 175% sepanjang 2024.
Kenaikan sektor kesehatan juga didorong oleh PT Sejahteraya Anugrahaya Tbk. (SRAJ). Saham tersebut sudah naik sebesar 520% sepanjang 2024.
Baca Juga:
Usai Umumkan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Prabowo Disambut Antusias Masyarakat
Program Klasterku Hidupku BRI Berhasil Berdayakan Petani Alpukat di Probolinggo, Intip Kisahnya!
Terakhir, sektor infrastruktur didorong oleh PT Barito Renewables Energi Tbk. (BREN) yang sempat naik hampir 100 persen sebelum masuk papan notasi khusus pada 29 Mei 2024 kemarin.
Kondisi itu menunjukkan kalau pasar saham masih dalam tren bearish (istilah yang menggambarkan terkaman beruang sebagai siklus penurunan harga saham).
Dalam posisi market bearish ini, ada satu strategi investasi saham yang bisa dilakukan, yakni contrarian style.
Secara definisi, strategi investasi contrarian adalah strategi investasi yang dilakukan dengan melawan tren pasar yang ada.
Baca Juga:
Januari 2025, Jadwal Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim
Berhasil Dampingi 1.000 UMKM Naik Kelas, Rumah BUMN BRI Pekalongan, Jawa Tengah
Versi Financial Times dan Statista, BRI Masuk dalam Daftar Best Employers Asia Pacific 2025
Jadi, investor dengan strategi ini akan membeli saat investor lain jual, dan juga sebaliknya.
Para investor contrarian percaya kalau banyak yang bilang pasar saham lagi bullish, berarti pasar sudah berada di titik puncaknya.
Dalam kondisi market bullish, para contrarian menilai saatnya melakukan penjualan sebelum daya beli investor lain di harga yang lebih tinggi mulai turun.
Sehingga, saat banyak pihak memperkirakan market mulai turun, para contrarian sudah mulai menjual saham dengan posisi untung.
Sebaliknya, saat pasar lagi bearish dan penuh ketakutan. Contrarian akan masuk ke aset berkualitas dengan harga murah.
Sampai akhirnya harga mulai naik dan masuk fase bullish, dan mereka kembali menjualnya untuk mengulangi siklus tersebut.
Strategi ini mirip dengan ucapan Warren Buffett yang terkenal, yakni serakahlah kamu saat yang lain takut, dan takutlah kamu saat yang lain serakah. Buffett juga dikenal sebagai salah satu contrarian investor.
*Perbedaan Contrarian dengan Value Investing, serta Risikonya*
Sekilas strategi investor contrarian ini mirip dengan value investing, yakni mencari saham yang bagus, tapi harganya tetap murah.
Keduanya memang fokus di fundamental dan valuasi yang murah, tapi ada perbedaan signifikan keduanya, yakni terkait keputusan membeli berdasarkan sentimen pasar.
Seorang value investing hanya membeli saham yang murah tanpa memikirkan apakah kondisi market lagi euforia atau fear.
Di sisi lain, seorang contrarian akan fokus mencari saham murah saat market bearish dan jual saat market bullish.
Meski terlihat logis dan bisa memberikan keuntungan, tapi strategi investasi contrarian memiliki risiko.
Pertama, risiko dari strategi investasi contrarian ini antara lain, jika menjual saham terlalu cepat bisa kehilangan potensi keuntungan besar di masa depan.
Jadi, seorang contrarian akan menjual sahamnya ketika pasar saham mulai diselimuti euforia market bullish (Istilah yang menggambarkan tandukan banteng sebagai tren kenaikan harga saham).
Namun, para contrarian akan kehilangan peluang cuan lebih besar jika ternyata market bullish terus berlanjut sesuai dengan ekspektasi pasar.
Untuk risiko ini, kami menilai para contrarian tidak rugi sih, hanya saja kehilangan peluang untuk cuan.
Kedua, risiko menunggu peluang untung lebih lama saat market bearish. Jadi, saat market bearish, contrarian akan mulai beli saham fundamental bagus yang lagi murah.
Namun, bukan berarti setelah beli, market langsung bullish. Jika ternyata market bearish berlangsung lebih lama, ada risiko mereka mengalami floating loss lebih lama hingga pergantian siklus kembali ke bullish.
Jadi, seorang investor contrarian bisa mengalami periode kinerja investasinya buruk karena membeli saat market bearish berkepanjangan. Sehingga, para investor contrarian juga butuh waktu untuk meraih keuntungan.
Selain itu, investor contrarian tidak hanya asal beli saham saat market bearish, tapi mereka akan pilih saham dengan fundamental terbaik sesuai dengan metriks yang digunakan.
Serta, membeli saat saham itu berada di bawah harga wajar. Ingat, saat market bearish bukan berarti seluruh saham berada di bawah harga wajar, jadi butuh ketelitian juga bagi seorang contrarian.
Secara prakteknya, banyak investor ritel di Indonesia yang menerapkan prinsip contrarian, yakni melakukan pembelian cukup besar di saham fundamental bagus saat harganya murah.
Sayangnya, banyak investor itu tidak sabar menunggu kenaikan. Padahal, risiko terbesar dari strategi investasi saham contrarian adalah menunggu periode market bearish berubah menjadi bullish yang bisa memakan waktu 1-2 tahun.***