HARIANINVESTOR.COM – Nilai tukar rupiah saat ini memperlihatkan pelemahan yang cukup tinggi, dimana saat ini untuk US$ 1 itu setara dengan Rp 16.244, dalam 1 bulan terakhir sudah melemah 3,39%.
Sebelumnya pelemahan rupiah ini sempat menyentuh ke level Rp 16.337.
Dengan kejadian ini membuat IHSG pada sesi pembukaan setelah libur lebaran mengalami penurunan hingga 1,64%.
Jika kita lihat secara historis, sebenarnya nilai Rupiah saat ini belum menjadi pelemahan tertingginya.
Baca Juga:
Peringati Hari Ibu, BRI Peduli Salurkan Bantuan ke Kelompok Usaha Wanita di Yogyakarta
Berkat Pemberdayaan BRI, Kelompok Petani Jeruk di Curup Bengkulu Jangkau Pasar Lebih Luas
KPK Geledah Kantor Otoritas Jasa Keuangan Terkait Kasus Korupsi Penyaluran Dana CSR Bank Indonesia
Karena bulan Maret tahun 2020 kemarin nilai tukar Rupiah sempat menyentuh ke level Rp 16.400 yang saat itu diakibatkan oleh pandemi.
Namun tetap saja melemahnya rupiah saat ini hampir mendekati level tertingginya tersebut, dan menjadi kabar tidak bagus untuk perekonomian Indonesia.
Apalagi inflasi di Indonesia juga kembali mengalami kenaikan ke level 3,05% per Maret 2024 dari bulan sebelumnya di level 2,75%.
Dan pelemahan nilai mata uang ini juga terjadi di negara-negara lain.
Baca Juga:
Sambut Nataru, BRI Pastikan Kehandalan Super Apps BRImo dan Optimalkan Layanan 721 Ribu E-Channel
Shadenlouth Siap Hibur Pengunjung Cafe dan Tempat Nongkrong dengan Sajian Live Music
Investor akan Terus Mengawasi Respons Kebijakan Pemerintah: Siap Mendukung atau Siap Menghukum
Melemahnya rupiah memberi kekhawatiran para investor mengenai perekonomian Indonesia kedepannya.
Meskipun juga terdapat beberapa sentimen negatif selama liburan kemarin seperti terjadinya serangan balasan oleh Iran ke Israel akibat serangan sebelumnya yang dilakukan oleh Israel ke Konsulat Iran di Damaskus Suriah.
Kemudian data inflasi Amerika Serikat yang mengalami kenaikan hingga 3,5% yang diluar ekspektasi.
Namun apakah pelemahan rupiah itu dampaknya memang seburuk itu?
Baca Juga:
Transaksi Tanpa Kartu Kini Lebih Mudah, BRI dan Artajasa Luncurkan Fitur Cardless Withdrawal
Pada artikel kali ini kami akan membahas penyebab melemahnya rupiah, serta dampaknya seperti apa untuk negara dan perusahaan di Indonesia.
Penyebab Rupiah Melemah Saat Ini
Indeks dolar sebelumnya berangsur-angsur naik hingga level 106,34, dan saat ini terdapat sedikit penurunan.
Namun masih tetap di level yang tinggi dengan mendekati level 107 pada bulan Oktober 2023.
Hñal ini disebabkan karena Ketua The Fed yaitu Jerome Powell mengindikasikan bahwa para pembuat kebijakan tidak terburu-buru dalam penurunan suku bunga.
Data penjualan ritel, dan tenaga kerja AS yang meningkat dari yang diperkirakan pasar menunjukkan bahwa ekonomi AS masih kuat.
Ditambah dengan data inflasi yang naik ke level 3,5% membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menjadi berkurang.
Saat ini investor memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hanya sekitar 40 basis poin (bps) saja tahun ini, dibandingkan sebelumnya yang diperkirakan akan turun 160 bps.
Mereka menunggu data ekonomi dan komentar lebih lanjut dari pejabat The Fed minggu ini untuk melihat arah ekonomi kedepannya.
Dengan indeks dolar yang menguat membuat permintaan rupiah mengalami pelemahan, karena mata uang dolar AS yang lebih menarik.
Penjualan ritel AS secara bulanan mengalami kenaikan 0,7% di bulan Maret 2024, dimana data ini melebihi perkiraan pasar dengan proyeksi kenaikan sebesar 0,3%.
Yang memperlihatkan belanja konsumsi masyarakat yang tetap kuat, meskipun pada Februari 2024 secara bulanan mampu naik 0,9%.
Dan secara tahunan, pada bulan Maret 2024 penjualan ritel ini naik 4%, dimana bulan Februari 2024 naik 1,5% saja.
Data tenaga kerja AS yang menguat tersebut bisa dilihat dari tingkat pengangguran yang menurun menjadi 3,8% pada bulan Maret 2024 dari bulan sebelumnya sebesar 3,9% yang mengejutkan ekspektasi pasar.
Untuk data inflasi AS, dalam dua bulan terakhir mengalami kenaikan, dimana per Bulan Maret 2024 berada di level 3,5%.
Penurunan suku bunga The Fed akan dilakukan dengan target inflasi berada di level 2%, jadi inflasi yang meningkat membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menjadi menurun tahun ini.
Pelemahan rupiah semakin diperparah oleh arus modal keluar karena menghindari risiko dari melemahnya rupiah.
Dimana pada tanggal 1 – 4 April 2024, terdapat capital outflow sebesar Rp 8,07 triliun di pasar keuangan.
Karena orang-orang lebih tertarik untuk berinvestasi di aset yang memberikan keamanan saat terjadi ketidakpastian ekonomi global saat ini.
Akibat ketegangan di Timur Tengah, sehingga dolar AS maupun emas mengalami kenaikan permintaan.
Dan jika kita lihat pada kuartal kedua hingga kuartal keempat tahun 2023 kemarin Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan.
Pada kuartal keempat tahun 2023 tercatat minus US$ 1,29 miliar.
Dengan defisitnya transaksi berjalan ini memperlihatkan bahwa permintaan rupiah lebih rendah daripada mata uang asing.
Dan sepertinya masih berjalan hingga awal tahun 2024 ini yang membuat rupiah terus tertekan.
Bank Indonesia (BI) juga memberikan alasan pelemahan rupiah ini.
Dimana rilis data ekonomi AS masih cukup kuat seperti data inflasi dan penjualan ritel yang berada di atas ekspektasi pasar.
Kemudian ditambah memanasnya konflik di timur tengah khususnya konflik Iran dengan Israel.
Hal tersebut membuat kuatnya sentimen risk off, sehingga mata uang khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap dolar AS.
Sentimen risk off ini adalah sikap investor yang mengurangi aset berisiko, dan lebih memilih aset yang lebih aman dan stabil selama terjadi ketidakpastian ekonomi.
Penurunan rupiah yang melemah 3,39% terhadap dolar AS dalam sebulan ini menjadi salah satu mata uang yang mengalami penurunan cukup tinggi di kawasan Asia.
Mata uang Jepang dibandingkan dolar AS mengalami pelemahan 2,33% secara bulanan, kemudian mata uang Korea Selatan melemah 3,19%.
Mata uang Filipina melemah 2,56%, mata uang Israel melemah 3,48%, dan beberapa mata uang negara di Asia lainnya.
Menguatnya dolar AS ini membuat banyak negara mengalami pelemahan nilai mata uangnya, dan hal ini juga didorong oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang membuat peralihan ke aset yang lebih aman.
Jadi dengan data penjualan ritel dan tenaga kerja, serta inflasi AS yang meningkat menjadi indikasi bahwa terdapat aktivitas konsumsi masyarakat yang meningkat meskipun harga jual produk juga mengalami kenaikan.
Dimana hal ini memperlihatkan ekonomi AS masih kuat dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed berkurang sehingga permintaan dolar terus meningkat.
Dampak Rupiah Melemah Terhadap Perusahaan
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS tentu saja memberikan dampak terhadap perusahaan, sehingga membuat IHSG melemah, berikut ini beberapa dampaknya:
Biaya Impor Lebih Tinggi
Perusahaan yang mengimpor bahan baku dari luar negeri akan memperoleh biaya yang lebih tinggi.
Hal ini membuat biaya produksi perusahaan meningkat, kemudian akan mengurangi tingkat margin keuntungan, dan bisa membuat kenaikan harga jual.
Ketika perusahaan meningkatkan harga jual, maka inflasi bisa terjadi karena semakin mahalnya harga produk perusahaan, sehingga daya beli masyarakat akan melemah.
Utang Valuta Asing Meningkat
Jika perusahaan memiliki utang dalam mata uang asing seperti dolar AS dan nilai tukar rupiah melemah, jumlah utang tersebut dalam mata uang rupiah akan meningkat.
Hal ini bisa meningkatkan biaya bunga dan biaya pembayaran utang, sehingga perusahaan bisa mengalami kerugian selisih kurs.
Hal ini juga cukup penting untuk diperhatikan, karena menurunkan tingkat laba bersih perusahaan.
Biaya Pembelian Aset di Luar Negeri
Perusahaan yang ingin membeli aset seperti mesin atau peralatan di luar negeri akan memperoleh biaya pembelian aset yang lebih tinggi saat melemahnya rupiah.
Hal ini akan berdampak buruk terhadap aktivitas investasi perusahaan yang bisa tertunda, jika memang aset tersebut hanya tersedia di luar negeri.
Padahal perusahaan sudah mempersiapkan strategi bisnis dengan penggunaan aset tersebut untuk meningkatkan kinerja saat itu, sehingga kinerja perusahaan bisa saja hanya stagnan.
Kenaikan Pendapatan dari Penjualan Ekspor
Jika perusahaan mempunyai pendapatan dalam mata uang asing seperti melakukan ekspor, maka nilai pendapatan tersebut dalam rupiah akan meningkat ketika nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.
Jadi perusahaan seperti batu bara yang melakukan ekspor akan diuntungkan dengan hal ini.
Lalu apa yang bisa dilakukan perusahaan ketika memperoleh dampak negatif dari pelemahan rupiah ini?
Perusahaan biasanya akan melakukan lindung nilai (hedging) terhadap risiko mata uang yang berfluktuasi sehingga risiko kerugian bisa lebih rendah.
Kemudian perusahaan akan menyesuaikan harga jual yang disesuaikan dengan tingginya harga bahan baku impor.
Dan jika harga bahan baku impor terlalu mahal maka perusahaan bisa mencari bahan baku dari dalam negeri meskipun akan sulit.
Dampak Rupiah Melemah Terhadap Negara
Dampak melemahnya rupiah tidak hanya berlaku untuk perusahaan, tapi juga ke negara Indonesia.
Berikut adalah beberapa dampak yang biasanya terjadi karena melemahnya rupiah terhadap negara, yang tentunya akan berdampak juga terhadap pendapatan perusahaan:
1. Inflasi
Melemahnya nilai tukar rupiah akan meningkatkan harga produk impor karena barang impor menjadi lebih mahal.
Yang pada akhirnya ketika harga produk impor mahal bisa membuat inflasi, dan daya beli masyarakat melemah, pendapatan perusahaan juga kena dampak buruknya.
2. Harga Bahan Bakar Akan Melonjak
Bahan bakar minyak akan mengalami kenaikan harga, karena biaya impor yang lebih tinggi, apalagi saat ini terdapat ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Bisa menyebabkan harga minyak yang lebih tinggi, dan harga bahan bakar minyak yang tinggi akan menimbulkan kenaikan inflasi.
Karena ketika BBM naik, maka biaya transportasi perusahaan akan meningkat yang membuat bebannya juga meningkat, sehingga harga jual produk naik, dan timbul inflasi.
3. Tingkat Bunga dan Investasi Asing
Melemahnya rupiah bisa mempengaruhi tingkat suku bunga, karena ketika inflasi meningkat maka Bank Indonesia mungkin akan menaikkan suku bunga lagi dalam meredam inflasi.
Hal ini akan membuat aktivitas konsumsi dan investasi masyarakat ataupun perusahaan menjadi melemah.
Selain itu, investor asing kurang tertarik untuk berinvestasi karena melemahnya rupiah, dan beralih ke dolar atau emas.
4. Ekspor dan Pariwisata
Meskipun cukup banyak dampak negatifnya, melemahnya rupiah bisa memberikan keuntungan untuk perusahaan yang melakukan ekspor, serta untuk sektor pariwisata.
Karena harga produk ekspor menjadi lebih bisa bersaing di luar negeri, kemudian sektor pariwisata untuk biaya liburan ke Indonesia akan menjadi lebih murah bagi wisatawan asing.
Dimana hal ini akan berefek kepada perekonomian sekitar yang bisa meningkat dari banyaknya wisatawan luar negeri yang berkunjung.
Kesimpulan
Penyebab melemahnya rupiah tadi ada beberapa hal yaitu data ekonomi AS yang masih kuat seperti penjualan ritel dan tenaga kerja AS, dengan data inflasi yang meningkat sehingga ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tahun 2024 ini kemungkinan akan berkurang.
Kemudian memanasnya ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah, ditambah dengan capital outflow yang terjadi di pasar keuangan karena adanya sentimen risk-off membuat permintaan terhadap dolar dan emas terus menguat.
Menurut kami rupiah masih akan cukup tertekan untuk saat ini karena beberapa kondisi tersebut.
Namun dengan strategi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah, harapannya rupiah bisa menjadi lebih stabil untuk saat ini.
Karena jika kita melihat dampak yang diperoleh negara ataupun perusahaan dari melemahnya rupiah, dampaknya akan cukup besar yang direspon negatif oleh market saham Indonesia.
IHSG sendiri setelah libur lebaran telah mengalami penurunan 1,64%, meskipun sebelumnya sempat turun hingga 3%, dimana saat ini berada di level 7.166,8.***
Artikel di atas merupakan kolaborasi antara portal berita nasional ekonomi & bisnis Harianinvestor.com dengan The Investor, channel edukasi yang bergerak di bidang investasi saham sejak tahun 2018 dan berfokus pada Value Investing.