⁸HARIANINVESTOR.COM – Sebanyak 1.213 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) yang telah memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar per 31 Maret 2024
Sedangkan 5% atau sekitar 65 BPR dan BPRS belum memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar per 31 Maret 2024.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan hal itu dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual di Jakarta, Jumat (3/5/2024).
“Artinya, hanya sekitar 5 persen yang belum memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar,” ujar Mahendra Siregar.
Baca Juga:
Pengguna Inovasi Digital Super Apps BRImo Tembus 38,61 Juta, Terbesar di Indonesia
Ingin Proyek Infrastruktur Lebih Efisien, Presiden RI Prabowo Subianto: Swasta Silakan Bergerak
Seperti diketahui, Peraturan OJK (POJK) Nomor 5 Tahun 2015 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat telah mengatur kewajiban pemenuhan modal inti minimum BPR sebesar Rp6 miliar yang wajib dipenuhi pada 31 Desember 2024.
Tujuan dari kebijakan tersebut untuk penguatan dan konsolidasi BPR.
Adapun tujuan konsolidasi BPR dalam rangka memperkuat peran BPR dalam pembiayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat.
Karena itu, lanjutnya, upaya pengembangan BPR dan BPRS akan terus dilakukan ke depan yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Penambangan Emas Tanpa Izin, Komisi Yudisial Tanggapi Vonis Bebas WNA Tiongkok
Antara lain transfer dana, penukaran valuta asing, dan menggalang dana di pasar modal.
Selama tahun 2023, terdapat 13 pengajuan penggabungan yang terdiri dari 40 BPR dan BPRS yang telah mendapatkan pengajuan penggabungan.
Pada tahun 2024 hingga bulan Maret, telah terdapat 8 pengajuan penggabungan yang terdiri dari 25 BPR dan BPRS.
“Dengan terbitnya ketentuan konsolidasi pada triwulan II tahun 2024 ini, diharapkan proses konsolidasi itu dapat semakin dipercepat dan diakselerasi.”
Baca Juga:
Bayarkan Dividen Interim Sebesar Rp20,33 Triliun, BRI Setor Rp10,88 Triliun ke Negara
Alokasi APBN Sebesar Rp145 Trliun akan Sia-sia Jika Bulog Serap Gabah Petani di Bawah HPP Rp6.500
Tak Mampu Serap Gabah Sesuai Harga Pemerintah dengan Rp6500, Titiek Soeharto Semprot Bulog
“Untuk menuju industri BPR dan BPRS yang semakin solid,” kata Mahendra.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyampaikan bahwa pihaknya baru saja menerbitkan POJK Nomor 7 Tahun 2024.
Tentang BPR dan BPRS yang sedang dalam status proses pengundangan dan pembuatan salinan.
POJK ini merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 21 Tahun 2019 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Bank Perkreditan Rakyat Dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Kemudian sekaligus juga POJK Nomor 62 Tahun 2020 tentang BPR dan POJK Nomor 26 Tahun 2022 tentang BPRS.
“POJK ini merupakan tindak lanjut dan penyelarasan dari Undang-Undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).”
“Terutama mengenai penyesuaian nomenklatur Bank Pengkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah.”
“(Ini) terkait juga dengan hal-hal, termasuk pihak-pihak yang mendirikan BPR dan BPR Syariah, persyaratan mengenai BPR dan BPR Syariah yang dapat melakukan penawaran umum untuk badan hukum BPR dan BPR Syariah, penggabungan lembaga keuangan mikro dengan BPR dan BPR Syariah, dan konsolidasi industri BPR dan BPR Syariah,” ungkap dia.***