HARIANINVESTOR.COM – Kementerian Perindustrian menilai efisiensi yang dilakukan Manajemen PT Sepatu Bata Tbk merupakan langkah yang kurang tepat.
Apalagi dilakukan dengan menutup pabriknya yang telah beroperasi sejak 1994 di Purwakarta, Jawa Barat, di tengah tumbuhnya industri sepatu dalam negeri.
Pada saat ini, industri sepatu nasional tumbuh hingga 5,9 persen secara tahunan (YoY) pada triwulan I 2024.
Pertumbuhan itu didorong oleh kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi, jaminan bahan baku, serta ada regulasi larangan dan pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki.
Baca Juga:
Ingin Proyek Infrastruktur Lebih Efisien, Presiden RI Prabowo Subianto: Swasta Silakan Bergerak
Kasus Dugaan Penambangan Emas Tanpa Izin, Komisi Yudisial Tanggapi Vonis Bebas WNA Tiongkok
Pertumbuhan tersebut juga dapat dilihat dari peningkatan ekspor sebesar 0,95 persen (YoY), penurunan impor hingga 1,38 persen (YoY).
Serta kinerja Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang terus mengalami kenaikan secara berturut-turut mulai November 2023 hingga Februari 2024.
Kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri agar terus meningkatkan produksinya.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menyampaikan hal itu saat melakukan pertemuan dengan Direksi Bata di Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Baca Juga:
Bayarkan Dividen Interim Sebesar Rp20,33 Triliun, BRI Setor Rp10,88 Triliun ke Negara
Alokasi APBN Sebesar Rp145 Trliun akan Sia-sia Jika Bulog Serap Gabah Petani di Bawah HPP Rp6.500
Salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta yakni inefisiensi produksi.
Serta produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga perusahaan itu memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis ritel.
“Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas.”
“Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari s
3,5 juta pasang pada 2018 menjadi 1,15 juta pasang di 2023.”
Baca Juga:
Tak Mampu Serap Gabah Sesuai Harga Pemerintah dengan Rp6500, Titiek Soeharto Semprot Bulog
Pengadilan Tipikor Tolak Eksepsi Mantan Dirjen Mineral dan Batu Bara KESDM Bambang Gatot Ariyono
“Dampaknya, PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat ” ujar dia.
Meski demikian ia menyampaikan setelah kondisi perusahaan membaik, pihaknya berharap PT Sepatu Bata bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.
“Untuk PT Sepatu Bata Tbk, pemerintah juga terus mendorong agar meningkatkan ekspor dari produksi dalam negeri.”
“Sebagai bagian dari rantai pasok global merek Bata bersama afiliasinya di luar negeri,” katanya.***