Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta.
HARIANINVESTOR.COM – Mundurnya Kepala Otorita IKN Bambang Susantono dan wakilnya, Dhony Rahajoe, dapat menciptakan berbagai tantangan signifikan.
Mulai dari kehilangan arah kepemimpinan hingga ketidakpastian dalam kebijakan dan koordinasi.
Semua faktor ini berpotensi melumpuhkan pembangunan IKN dan menghambat pencapaian target-target yang telah ditetapkan.
Baca Juga:
Berkat Pemberdayaan BRI, Kelompok Petani Jeruk di Curup Bengkulu Jangkau Pasar Lebih Luas
KPK Geledah Kantor Otoritas Jasa Keuangan Terkait Kasus Korupsi Penyaluran Dana CSR Bank Indonesia
Sambut Nataru, BRI Pastikan Kehandalan Super Apps BRImo dan Optimalkan Layanan 721 Ribu E-Channel
Dugaan adanya konflik kepentingan menjadi alasan signifikan di balik kemunduran mereka.
Konflik ini diduga mengganggu nilai profesionalisme dalam pengambilan keputusan dan implementasi proyek, sehingga menciptakan ketidakpercayaan di antara pemangku kepentingan.
Mundurnya kepemimpinan tertinggi dalam Badan Otorita IKN tersebut telah memberikan demoralisasi bagi seluruh karyawan dan pemangku kepentingan IKN lainnya.
Ada lima dampak langsung dari kemunduran dua pimpinan tersebut diantaranya:
Baca Juga:
Shadenlouth Siap Hibur Pengunjung Cafe dan Tempat Nongkrong dengan Sajian Live Music
Investor akan Terus Mengawasi Respons Kebijakan Pemerintah: Siap Mendukung atau Siap Menghukum
Pertama, Kehilangan Kepemimpinan dan Visi
Dengan mundurnya dua pemimpin utama ini, pembangunan IKN bisa menghadapi beberapa masalah kritis.
Kehilangan kepemimpinan yang visioner dan berpengalaman akan mengganggu keberlanjutan visi jangka panjang proyek ini.
Kepala Otorita dan wakilnya memiliki peran sentral dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan serta strategi yang efektif.
Baca Juga:
Transaksi Tanpa Kartu Kini Lebih Mudah, BRI dan Artajasa Luncurkan Fitur Cardless Withdrawal
Ketidakhadiran mereka akan menciptakan kekosongan yang sulit diisi dalam waktu singkat.
Kedua, Kepemimpinan yang Tidak Mulus
Proses transisi kepemimpinan yang tidak mulus dapat menimbulkan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.
Proses penyesuaian terhadap kepemimpinan baru memerlukan waktu, dan selama periode ini, keputusan strategis yang penting mungkin tertunda.
Hal ini dapat mengganggu momentum pembangunan yang sudah berjalan dan memperlambat kemajuan proyek.
Ketiga, Ketidakpastian dalam Kebijakan dan Pendekatan
Pergantian pimpinan dapat menyebabkan perubahan dalam kebijakan dan pendekatan proyek.
Jika kepemimpinan baru memiliki pandangan atau strategi yang berbeda, hal ini bisa memerlukan revisi rencana kerja, desain, atau anggaran.
Yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian di antara para kontraktor dan pemangku kepentingan lainnya.
Keempat, Gangguan dalam Koordinasi dan Komunikasi
Gangguan dalam koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Termasuk lembaga pemerintah, investor, dan masyarakat, akan memperlambat proses pembangunan.
Kepala Otorita dan wakilnya memiliki peran kunci dalam menjaga komunikasi yang efektif dan memastikan bahwa semua pihak bekerja secara sinergis.
Kelima, Pengaruh terhadap Kepercayaan Publik dan Investor
Pengunduran diri ini juga berpotensi merusak kepercayaan publik dan investor terhadap proyek IKN.
Persepsi ketidakstabilan dan ketidakpastian dapat membuat investor menjadi lebih berhati-hati.
Atau bahkan menarik diri dari komitmen investasi mereka. Tanpa dukungan finansial yang kuat, pembangunan IKN bisa terhenti.
Evaluasi dan Solusi untuk Masa Depan IKN
Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terkait masa depan pembangunan IKN.
Penting untuk memastikan bahwa proyek ini tidak menjadi proyek sia-sia yang hanya menghabiskan dana besar multiyears yang melibatkan pajak publik.
Pemerintah perlu memikirkan konsep IKN yang minimalis daripada grande seperti saat itu yaitu menjadikan IKN di Penajam Utara tersebut menjadi kompleks istana presiden mini seperti halnya Istana Tampaksiring di Bali, istana Bogor.
Jika tidak dilakukan perbaikan konsep IKN, ambisi individu-individu dalam lingkaran kekuasaan bisa mengorbankan dana pajak rakyat untuk pembangunan IKN, yang hanya sekadar menjadi mimpi yang tidak terealisasi.***